“Orang boleh setinggi
langit, tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan
dari sejarah”
– Pramoedya Ananta Toer –
Menulis. Yah, salah satu hal
yang bisa dibilang kegiatan yang menyulitkan mungkin. Banyak alasan terlontar
saat orang akan mulai menulis. Mulai dari tidak paham tata bahasa lah, yang
bilang ndak tau apa yang mau ditulis dan banyak alasan-alasan lainnya. Termasuk
saya, yang sering dibingungkan hal-hal remeh macam begini. Tapi, saya akhirnya
sedikit teringat kata salah seorang kawan, begini kalau tidak salah: “nulis yo nulis ae” (menulis ya
menulislah saja). Dengan dasar asumsi itu akhirnya saya mulai menulis lagi.
Apa sih enaknya nulis? Orang-orang
yang memilih bergelut dengan tulisan kadang dipandang melankolis, menye-menye, dan anggapan minor lainnya.
Tapi, coba kalian lihat, napoleon bonaparte sempat berujar: “lebih baik menghadapi seribu tentara daripada
berhadapan dengan sebuah pena”. Lihat, betapa kerennya sebenarnya memilih
jalan untuk bercumbu dengan tulisan. Dari kutipan bonaparte tadi, asumsi menulis
dekat dengan hal menye-menye jadi
rontok kan?
Muncul lagi pernyatan
begini, aku ndak bisa nulis. Ah, pernyataan
konyol apalagi ini. Hal ini wajar terlontar dari mulut seoang lulusan SD atau
malah orang yang belum pernah sekalipun mengecap dunia pendidikan. Tapi anehnya, ini terlontar dari mulut seorang mahasiswa. Aneh bukan? Tak peduli ia punya
latar belakang semacam apa, tapi setidaknya sudah lebih dari sembilan tahun dia
melakoni ritus yang dinamakan me-nu-lis.Saat hal ini dilemparkan pada yang
bersangkutan, dia malah bingung, lalu melempar pertanyaan balik apa yang harus aku tulis?. Bagi saya –
masih terdoktrin kata si Tohan, sekali lagi nulis yo nulis ae (menulis ya, tulis saja). Pun, banyak hal
yang bisa ditulis kan? Pengalaman sehari-hari
macam diary atau bagi yang hobby mendengar musik review saja musik-musik yang sering
kalian dengar. Masalah nanti ada yang baca atau tidak, ah itu urusan belakang, yang penting nulis. Coba baca lagi kutipan
di awal tulisan ini.