Kamis, 25 Juni 2015

Seonggok Kisah Para Pencari Takjil

Banyak hal di dunia ini yang luput dari perkiraan dan rencana. Seperti sore ini, dua pegawai CafeCampus (saya dan Hudi Darmawan) hanya berniat untuk menjadi PPT (Para Pencari Takjil - ini istilah dari kawan saya blora (Ryan Yogy). Kita berangkat dari sekretariat Lpme Ecpose sekitar pukul 16.00. Masjid raya Al-Baitul Amien menjadi tujuan kita. Setibanya disana seperti umumnya acara-acara menjelang berbuka-kajian agama dari suara seorang ustad menggema. Saya tak ingat benar apa isi cerasmahnya.

Singkat kisah setelah makan dan berbuka, saya dan Hudi tak segera pulang. Ngopi disek di.. Tanpa ba-bi-bu saya sepakat. bukan cafe atau warung kopi, kita hanya ngopi di pinggir jalan membeli dari seorang pria berusia 52 tahun, Syamsuri namanya. Dia berdagang disana mulai pukul 5 sore hingga 9 malam. Dia berkisah sekelumit tentang keluarganya. Pak Syamsuri ini anak ke lima dari enam bersaudara. Dari perawakannya beliau nampak sehat wal afiat. Tapi, ternyata sudah lama beliau mengidap stroke dan ginjal. Dari penuturannya dia sudah terbiasa bekerja. Sejak kelas dua sekolah dasar dia sudah bekerja menjadi pandai besi. Setelah tamat sekolah dasar dia sempat merasakan sebagai ball boy di lapangan tenis, saya lupa menanyakan dimana persisnya. Tak sampai disitu saja, pria yang bertempat tinggal di belakang hotel kusuma ini juga sempat bekerja di bank BCA, mulai sebagai Office Boy, bagian ekspedisi hingga bagian arsip. 

Senin, 15 Juni 2015

Kebangkitan Pendidikan, Sebuah Perenungan

Perubahan dan perkembangan selalu terjadi dari waktu ke waktu. Keadaan ini secara tidak langsung “memaksa” manusia mencari, kemudian berpikir untuk menyongsong tiap perubahan yang terjadi. Banyak cara yang dilakukan, salah satu cara manusia dalam merespon setiap perubahan di lingkungan yang dihadapinya adalah melalui pendidikan.

John Dewey, salah satu filsuf pengusung pragmatisme menyatakan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses pembentukan kemampuan dasar menyangkut daya pikir (intelektual) dan daya rasa (emosi) manusia (Arifin, 1987:1). Sedangkan, filsuf termashur Paulo Freire menilai bahwa pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menimbulkan rasa percaya pada kemampuan diri sendiri (self affirmation) yang tujuannya menghasilkan kemerdekaan pribadi.