Senin, 18 April 2016

Harta Karun Kecil

Banyak hal dan benda-benda kecil yang remeh temeh berpotensi memunculkan kenangan yang tidak biasa. Lumrahnya, kenangan bisa dimunculkan karena barang tersebut merupakan pemberian seseorang yang spesial atau bisa karena momennya yang pas. Boleh jadi justru gabungan antara keduanya.


Saya tidak ingat betul kapan tepatnya tulisan ini dibuat. Yang saya ingat, kala itu Res menuliskan hal ini bukan karena kelegaan hatinya sebagai manusia. Mungkin. Boleh jadi sebagian motif dia menuliskan deskripsi ini saat dia bilang menemui kesulitan dalam memulai menulis, begitu kalau saya tak salah ingat. Lalu, Edho – dengan sigap memberikan arahan. Begini kalau tidak salah, “coba ae wes tulisen hal sing ono nang sekitarmu saiki” (coba saja tulis hal yang ada di sekitarmu sekarang).

Minggu, 10 April 2016

Terpaksa Ku Tuliskan*)

“ Kamu saya lihat dari dulu ya begini-begini saja, tak ada perubahan, tak ada perkembangan .

Ucapan tadi secara serampangan muncrat dari mulut salah satu kawan di warung kopi. Tentu, dialamatkan kepada saya. Kemudian tanpa ba-bi-bu, complain saya muntahkan. Lha, kok bisa? Berapa lama anda mengenal saya? Sejauh dan sedalam apa anda mengerti tentang saya? Lha kok berani-beraninya ber-statement macam babi begitu?.

Jika orang tua yang sudah memiliki keluarga, anak dan istrinya boleh jadi sebagai motivasi utama dalam setiap tindakannya. Bagaimana dia memberikan keamanan dan rasa nyaman untuk anggota keluarga lainnya. Ambil contoh lain, seseorang bisa menjadikan “calon gebetan” sebagai motivasi ter-luhurnya. Alasannya, dia ingin mendapat perhatian dari si-calon gebetan atau menginginkan si-calon gebetan tadi bersanding di sisinya. Ehm. Dia rela menempuh perjalanan jauh, kehujanan dan berpanas-panas hanya karena si-calon gebetan yang meminta. Anything for you-lah. 

Selasa, 05 April 2016

Tentang Aku, Kau dan (mungkin) Cerita Kita

Sudah sekitar enam tahun saya bersinggungan dan berjibaku bersama. Mulai dari “tak tahu apa-apa”, mencoba mengenal, sesekali mempelajari keseharian dan tingkah lakunya, hingga merasa butuh dan tak bisa jauh dengan berbagai alasan yang logis dan seringkali tanpa alasan. Saya sedikit meminjam ucapan salah seorang kawan yang dapat menggambarkan hal ini, “terpaksa, dipaksa, terbiasa lalu, kemudian suka”. Terpaksa melakukan sesuatu tanpa tahu alasan dan untuk apa, dipaksa mengenali, mengidentifikasi sekaligus mempelajari tanpa mengetahui jelas akan berakhir dimana. Hingga pada suatu titik menjadi ‘suka’. Menjadi selalu ‘iya’. Semua itu berjalan seolah tanpa terencana dan tak sepenuhnya disadari.  

     Tresna Jalaran Saka Kulina – mengutip salah satu pepatah Jawa yang memiliki arti bahwasannya cinta timbul akibat dari sebuah kebiasaan, menjadi klaim yang pantas dihadiahkan pada kondisi saya ini. Faktor lainnya yang juga cukup berperan adalah “kenyamanan”, pihak yang seringkali dibenci tapi tak jarang pula sulit untuk menyatakan pisah dengannya. Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk hitung-hitungan manusia biasa seperti saya. Bisa diibaratkan saya bertemu dengannya dalam kondisi hamil tua. Lalu, pada posisi sekarang jabang bayi tadi sudah tumbuh bersamanya hingga menjadi bocah yang aktif dan sedang lucu-lucunya.