Sabtu, 28 Maret 2015

Terus Saja Mencari, Itu Sudah Cukup

Kamu tahu? Banyak hal di dunia ini yang masih saja tak bisa diungkapkan dengan kata, bahkan untuk memberi hal-hal tersebut sebuah nama menjadi hal yang sangat jauh untuk bisa digapai. Kita manusia hanya bisa kemudian memberinya sebutan sebagai enigma, misteri. Kita manusia juga terkadang terlalu congkak bahkan seringkali lancang untuk mencari-cari sesuatu dibalik sesuatu itu sendiri. Kita terlampau keras kepala dengan membenarkan hal ini-itu secara serampangan. Tapi, bukankah itu mengasyikkan? Kita bergumul dengan ketidaktahuan lalu mencari tahu, hingga seringkali di penghujung pencarian kita harus mau mengakui yah,ini sudah cukup. Namun, sekali lagi tak banyak orang yang sudah mencapai titik tersebut, seringkali kita akhirnya harus mengatakan cukup padahal tak banyak yang sudah kita lakukan. Kalau, kata teman ngopi saya si-Hudi sih terlalu cepat mengambil kesimpulan.

Lalu, bagaimana kita seharusnya bersikap atas hal ini? Saya rasa sederhana saja, kita sebagai manusia salah satu tugasnya adalah mencari. Yah, mencari. Cukuplah kita asyik dalam mencari tanpa harus kita menggebu mematok hasil supaya kita bertemu dengan yang namanya ‘tahu’. Klise. Memang, bukankah hidup dan kehidupan ini terlampau klise, bahkan untuk sekedar dijelaskan apa kehidupan itu sendiri. Mungkin kita perlu sekedar meluangkan waktu untuk menonton Dora The Explorer. Acara itu terlampau kekanak-kanakan, sekilas memang tampak seperti itu. Tapi, saya pernah mendengar kita berlu mencari gejala di dalam jelaga. Disini bukan tentang tayangan yang terlampau kekanak-kanakan, tapi ini soal pencarian dan keteguhan hati untuk tak sekedar berkata ‘sudah cukup’ padahal kita tak banyak melakukan apa-apa. Ini soal seberapa jauh keseriusan kita untuk tetap teguh dalam proses mencari itu sendiri.

Jumat, 27 Maret 2015

Gara-Gara Hudi - (Korban Dari Intervensi dan Hegemoni)

Jadi, bagaimana saya harus memulainya?. Hmmm..... Ah, iya malam terlalu malam kini dan pagi belum juga ceria untuk menyapa. Empat orang anak cucu adam belum juga mau berkompromi dengan lelahnya, mungkin berkat kerasnya kopi yang sudah mereka tenggak berjam-jam yang lalu.

Baiklah saya coba ceritakan apa yang terjadi sejam lalu. Kawan saya si-Reza a.k.a Puni baru saja rampung ngoprek sekaligus ngobrak-abrik halaman pribadi yang telah lama tak ia rawat (Sejatinya ia sudah membangun 'rumah' ini sejak 2012 yang lalu. Hmmm, cukup lama juga ya...). Mulai dari merubah tata letak dan mengganti cat yang dia rasa telah usang dimakan usia. 

Minggu, 01 Maret 2015

Semut-semut Kecil

Bernafaslah nak, selagi bisa. Bernafaslah selagi pohon-pohon disini belum tumbang karena perkasanya mesin dari Negara-negara maju itu. Hirup nak, hirup yang puas udara yang masih perawan ini sebelum karbon dari cerobong dan pantat-pantat kendaraan mencekik kerongkonganmu. Berpetualang dan jejakkan kaki mungilmu diatas tanah lembab dan guguran daun ini nak, selagi ia belum menjelma aspal yang panas dan beton keras. Sebab nanti kaki kecilmu akan terluka. Basuhlah wajahmu sekaligus ceburkan dirimu di sungai yang jernih itu nak. Berenang dan menarilahlah bersama ikan-ikan disitu nak, sebab tak lama lagi air sungai itu akan keruh digantikan limbah, sampah, dan segala kotoran dari tangan-tangan yang tak bertanggungjawab. Mari sini nak. Pandanglah segera langit biru diatas sana. Lihat betapa gembiranya awan berarak menggoda didepan gagahnya si-langit biru. Sebab itu tak akan lama karna asap-asap pabrik para konglomerat itu akan menggantinya dengan abu-abu dan hitam.

Ah, kenapa kau menangis nak? Janganlah bersedih. Busungkan dadamu kuatkan hatimu karena inilah dunia, nak. Segala busuk dan rusak ini karena mahluk yang bernama ‘manusia’. Iya, nak ma-nu-sia. Mahluk yang bangga akan derajat dan pikirannya.