Jumat, 13 Februari 2015

Obrolan Tengah Wengi – Sebuah Tulisan Absurd sebagai Ikhtiar Melawan Lupa

Jember Tiga Belas Februari 2015 3:06 dini hari. Mataku masih saja tak mau dikatupkan, efek kopi yang ku tenggak hari ini mungkin. Seingatku hari ini dua gelas kopi sudah masuk di lambungku. Pertama, pagi tadi sebelum diriku ‘berurusan’ dengan birokrasi kampus untuk mengurusi penundaan pembayaran biaya kuliah. Lalu, yang kedua kalinya baru saja tandas sekitar sejam lalu sebelum tandasnya si-hudi menuju alam baka eh, salah maksudnya alam mimpinya. Ah, semoga dia memimpikan hal diharapkannya. Bermimpi tentang kegalauan dan segala tetek bengek jalan yang harus dia tempuh dengan ‘si-dia’ yang menurutnya bakal menemui ‘persimpangan’ yang takkan bisa dihindari, begitu kalau ndak salah. Tak tau berapa jam tadi kita bicara panjang lebar berbagai masalah mulai bahasan mengenai saya yang masih saja setia dengan yang namanya ‘lupa’. Ya, saya ndak paham kenapa saya mengidap ‘eSeMeS (Short Memory Syndrome)’. Yang saya ingat hanya dari saya SD dulu saya sering sekali lupa membawa perlengkapan sekolah, lupa kalau hari itu ada ulangan harian sampai hampir selalu lupa mengerjakan tugas. Akibatnya ya bisa ditebak, setiap ada siswa yang dihukum maju kedepan kelas karena tidak mengerjakan tugas, sosok saya hampir selalu muncul disana. Hal yang memalukan sebenarnya, tapi saya memilih untuk menceritakannya kini agar saya ingat suatu hari nanti. Seperti tagline blog yang beberapa hari lalu saya baca ‘saya pelupa maka saya menulis’ begitu katanya. Lalu, obrolan berpindah ke hmmm apa tadi yah? Ah, sial saya lupa lagi. Yang saya ingat kita membicarakan masalah karya, seperti apa sih sebenarnya karya itu?. Beberapa yang saya ingat lagi karya itu ya hasil alias buah dari pemikiran. Lalu, pemikiran yang seperti apa? Yah, tergantung karya seperti apa yang dihasilkan. Ibarat seorang seniman rupa, mereka dikatakan berkarya bila dia menghasilkan seni rupa, seperti desain, lukisan, gambar, sketsa dan lain sebagainya. Terus, bagaimana dengan petani dan nelayan? Apakah mereka juga tidak berkarya? Kalau dalam konteks ini ‘karya’ mereka ya apa yang mereka lakukan. Kalau nelayan ya melaut dengan keahliannya melihat arah angin kek, merajut jala, ataupun membuat perahu. Kalau mereka petani ya mereka mulai dari memilih benih yang bagus, menanam benih, mengairi lahan sawahnya, hingga bagaimana mereka memanen padi mereka.