Mimpi memang tak wajib, cuk. Sebab itu aku menyarankan untuk segera saja kau rampungkan itu skrip(sweet). Kalaulah kamu menolak tak jadi soal. Tapi, jangan terlalu lama juga mimpinya (apalagi sampai basah). Mimpilah sejenak, lalu mikir. Nah, sepertinya kamu mulai protes lagi. Yo ndak cuma mimpi dan mikir saja. Rumangsamu arep onani. Setidaknya rehat sejenak, ambil nafas, terus mikiro. Kamu sudah lama juga kan jadi mahasiswa, apalagi sekarang tinggal satu tugas saja yang harus kau rampungkan. Ya segera selesaikan!. Sampai disini pasti kau mulai mencak-mencak. Menganggap ini sebuah pledoi pribadiku. Lalu, kau mulai berfatwa dengan dasar ini-itu untuk sekedar meng-counter ocehan saya ini. Ah, kamu macam organ besar diluar sana yang hobi meracik fatwa buat urusan-urusan yang tak substantif. Sekali lagi saya hanya menjalankan peran sebagai kawan yang baik (setidaknya sampai detik ini). Saya hanya khawatir saja kalau nanti organ ini tetiba saja mengumumkan kalau mahasiswa yang selalu betah di kampus dan tak segera lulus kemudian dicap sebagai komoditas haram. Astaghfirullah! Na'uzubillah min zallik!
Sekali lagi aku tekankan, mimpi memang tak wajib. Khususon buatmu, merampungkan itu skrip(sweet) lebih utama cuk! dan juga insaallah barokah. Coba saja lagi kau gumuli itu teori-teori, kolom-kolom dan kalau perlu gumuli juga dosen pembimbingmu cuk, siapa tahu kamu bisa diluluskan dengan segera. Nah, setelah semua itu rampung baru bermimpilah lagi. Menikahi kakak batak berkacamata itu mungkin. Segera cari penghasilan tambahan mungkin. Sebab warung kopi ini tak cukup menjanjikan kenyamanan, apalagi kekayaan.